Menurut Data BPS 2016, sebanyak lebih dari 35% penduduk Indonesia merupakan angkatan kerja yang bekerja di sektor formal, sedangkan sisanya 65% merupakan pekerja informal. Pekerja yang bekerja di sektor formal terbagi lagi menjadi pekerja industri dan pekerja perkantoran. Dimana sektor industri memiliki potensi bahaya ringan, sedang, dan berat, sedangkan untuk pekerja perkantoran hanya ringan ke sedang. Meskipun demikian, usaha K3 perlu kita lakukan tak hanya di lingkungan industri saja, perkantoran pun memiliki risikonya tersendiri yang memerlukan identifikasi dan pengendalian khusus (Hasibuan, 2020).
Faktor risiko di perkantoran dibagi menjadi dua, keselamatan dan kesehatan pekerja. Keselamatan mencakup risiko terjatuh, terbentur, terpleset, termasuk tergencet, kemudian bahaya kebakaran, elektrik shock, gempa, banjir, huru hara dan bahaya biologi seperti wabah yang sedang pandemi di Indonesia pada awal tahun 2020, yaitu Covid-19. Sedangkan kesehatan pekerja meliputi posisi kerja tidak ergonomis, beban kerja berlebih, konsumsi yang tidak sehat, dan sebagainya yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja (Hutabarat, 2017). Perubahan jenis penyakit untuk pekerja perkantoran terkait dengan perilaku kesehatan telah berubah dari penyakit TBC, Diare, ISPA menjadi Stroke, jantung, diabetes, kanker, dan kecelakaan kerja.
Lalu apa itu K3 Perkantoran? Yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di kantor (Racmawati, 2021). Tujuannya adalah untuk mewujudkan kantor yang sehat, aman, dan nyaman demi terwujudnya karyawan sehat, selamat, bugar, berkinerja, dan produktif. K3 Perkantoran menjadi penting karena :
- Kantor adalah tempat kerja yang mempunyai faktor resiko dan potensi bahaya.
- Rata-rata pekerja di kantor bekerja selama ± 8 jam sehari.
- Profil Masalah Kesehatan Karyawan di Indonesia tahun 2005: 40,5% terkena Gangguan otot dan rangka, 8% penyakit jantung pembuluh darah, 6% gangguan syaraf
- Riskesdas 2013: Prevalensi cedera karena kelalaian/ketidaksengajaan pada karyawan sebesar 94,6%.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyusun peraturan yaitu Permenkes No.48 tahun 2016 mengenai Standar K3 Perkantoran. Penyelenggaraannya yaitu dengan membentuk dan mengembangkan SMK3 Perkantoran, dan menerapkan Standar K3 Perkantoran. Bagian-bagian dari standar K3 Perkantoran antara lain persyaratan keselamatan kerja di perkantoran, kewaspadaan bencana, peningkatan kesehatan kerja, pencegahan penyakit, termasuk penanganan penyakit, identifikasi lingkungan kerja perkantoran, serta penilaian ergonomi seperti luas tempat kerja, tata letak, koridor, sarana kerja, dan sebagainya.
Pelaksanaan peningkatan kesehatan kerja di perkantoran dapat dilakukan melalui peningkatan pengetahuan kesehatan kerja, pembudayaan PHBS (Perilaku hidup bersih dan sehat), penyediaan ruang laktasi untuk ibu menyusui, serta program aktivitas fisik di tempat kerja. Program pencegahan penyakit di perkantoran dapat dilakukan dengan mengendalikan faktor risiko, penemuan dini kasus penyakit dan penilaian status kesehatan melalui Medical Check Up. Sedangkan untuk penanganan penyakit dapat dilakukan dengan adanya petugas P3K dan mekanisme rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
Untuk melaksanakan K3 di Perkantoran diperlukan adanya komitmen dari pimpinan perusahaan. Pelaksanaan K3 perkantoran dapat meningkatkan pengendalian kesehatan menjadi lebih promotif dan preventif sehingga dapat terwujud karyawan yang sehat, bugar, dan produktif.
Kementerian kesehatan telah menetapkan standar terkait K3, yaitu PMK No 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran. Dalam peraturan ini dijabarkan bahwa standar K3 Perkantoran meliputi keselamatan kerja, kesehatan kerja, kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan Ergonomi Perkantoran.
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi kompleks antara aspek pekerjaan yang meliputi peralatan kerja, tatacara kerja, proses atau sistem kerja dan lingkungan kerja dengan kondisi fisik, fisiologis dan psikis manusia / karyawan untuk menyesuaikan aspek pekerjaan dengan kondisi karyawan, sehingga karyawan dapat bekerja dengan aman, nyaman, efisien, dan lebih produktif. Ergonomi perkantoran penting untuk diperhatikan karena merupakan salah satu potensi bahaya dan resiko yang mengancam pekerja di kantor. Bahaya ergonomi (Biomechanical hazards) dapat berasal dari desain kerja, layout, maupun aktivitas yang buruk. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bahaya ergonomi dibagi menjadi 3:
- Bahaya terkait pekerjaan, terdiri dari durasi, frekuensi, beban, urutan pekerjaan, prioritas pekerjaan, dan postur kerja.
- Bahaya terkait peralatan, terdiri dari dimensi, bentuk, desain, dan penempatan dari fasilitas yang digunakan untuk mendukung pekerjaan.
- Bahaya terkait lingkungan atau tempat kerja, terdiri dari dimensi, luas, dan layout tempat kerja.
Jika pekerjaan, peralatan, dan lingkungan kerja tidak didesain dengan baik, maka dapat timbul berbagai akibat terhadap karyawan perkantoran, seperti iritasi dan kelelahan mata (astenophia)serta ketegangan otot leher (tension headache, frozon shoulder). Faktor pekerjaan di depan komputer yang seringkali menjadi risiko adalah frekuensi mengetik, gerakan kepala dari keyboard ke monitor yang berulang-ulang dimana lebih dari 10 kali dalam 1 (satu) menit sehingga termasuk dalam pekerjaan repetitif. Terlebih hal tersebut dilakukan dalam durasi yang lama, maka dapat mengakibatkan dampak gangguan otot dan tulang rangka (musculoskeletal disorder) karena postur duduk yang statis di depan komputer. Jika kegiatan seperti ini dilakukan secara terus menerus maka dapat menyebabkan kelelahan dan cidera.
Beberapa standar ergonomi perkantoran adalah sebagai berikut:
- Luas Tempat Kerja : Setiap ruang kerja harus dibuat dan diatur sedemikian rupa, sehigga setiap orang yang bekerja dalam ruangan tersebut mendapat ruang udara sedikitnya 10 m3 dan sebaiknya 15 m3. Luas tempat kerja staf sedikitnya 2,2 m2, merujuk peraturan tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Sehingga tiap pekerja dapat bergerak secara bebas dan memudahkan untuk evakuasi sewaktu terjadi keadaan darurat.
- Tata Letak Peralatan Kantor
Tata letak peralatan kantor memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Sesuaikan tinggi tempat duduk dengan tinggi monitor
- Sesuaikan tinggi sandaran punggung dan tangan, sehingga tersangga dengan baik
- Sesuaikan meja dengan posisi keyboard dan mouse yang sejajar
- Kursi
- Ukuran kursi harus sesuai dengan ukuran karyawan yang menggunakan
- Pilih kursi kerja sesuai dengan jenis tugas pekerjaan
- Kursi harus stabil, baik beroda maupun tidak beroda
- Sandaran kursi harus menyangga lengkungan pinggang (kemiringan fleksibel.
Adapun tips sebelum melakukan pembelian kursi ergonomik disarankan agar melakukan pengujian dengan mengundang beberapa perwakilan pekerja yang akan menggunakan kursi tersebut. Mereke dapat memberikan umpan balik mengenai kenyamanan kursi, kemudahan dalam menggunakan, dan menyesuaikan kursi untuk mendapatkan posisi duduk yang ergonomis.
- Meja Kerja : Dalam meletakkan barang-barang di meja kerja perlu diatur. Peletakkan barang-barang dapat dikelompokkan sesuai dengan tingkat kebutuhan, yaitu barang-barang yang sering dipakai, barang-barang yang lebih jarang dipergunakan, dan barang-barang yang hanya sesekali digunakan. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengorganisasi meja kerja adalah dengan mengidentifikasi dokumen kerja yang merupakan dokumen tim (bukan merupakan dokumen pribadi) agar dapat disimpan dalam lemari arsip, sehingga tidak menumpuk di meja pribadi.
- Postur Saat Bekerja
- Pada saat duduk, posisikan siku sama tinggi dengan meja kerja, lengan bawah horizontal, dan lengan atas menggantung bebas
- Mata sama tingginya dengan bagian paling atas layar monitor
- Atur tinggi kursi sehingga kaki bisa diletakkan di atas lantai dengan posisi datar
- Sesuaikan sandaran kursi sehingga punggung bawah dapat ditopang dengan baik
- Letakkan layar monitor kurang lebih sepanjang lengan Anda. Pastikan letak monitor dan keyboard berada di tengah-tengah sumbu tubuh
- Atur meja dan layar monitor untuk menghindari silau, atau pantulan cahaya
- Pastikan ada ruang yang cukup di bawah meja untuk pergerakan kaki
- Hindari tekanan berlebihan dari ujung tempat duduk pada bagian belakang kaki dan lutut
- Letakkan semua dokumen dan alat yang diperlukan dalam jangkauan
- Gunakan mouse yang sesuai dengan ukuran genggaman tangan dan letakkan di samping keyboard
- Saat menggunakan keyboard, pergelangan tangan harus berada pada posisi netral (tidak menekuk ataupun berputar)
- Rehat Saat Kerja : Rehat singkat dilakukan dengan metode 20 – 20 – 20 yaitu, setiap 20 menit bekerja menggunakan komputer, diselingi 20 detik rehat singkat, dengan melihat selain komputer sejauh 20 feet, dan setiap 2 jam kerja sebaiknya diselingi peregangan selama 10 – 15 menit. Untuk mengingatkan pekerja agar rehat dan melakukan gerakan peregangan dapar dibuat ‘pengingat’ (reminder) yang dapat muncul di layar komputer pada periode waktu yang ditentukan.
- Desa Bergas Kidul
Profil Desa Bergas Kidul secara topografi berupa daerah lereng atau puncak dengan ketinggian 511 meter, yang terletak dalam jalur wisata menuju pusat Wisata Alam Bandungan yang merupakan tujuan wisata yang sangat terkenal di daerah Jawa Tengah (Yuwono, 2021). Hal ini menjadikan Desa Bergas Kidul memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata baru. Adapun secara administrasi kependudukan, Desa Bergas Kidul terdiri atas 7.320 jiwa (tingkat kepadatan 1.911,23 jiwa per km persegi) dengan rincian 3.925 berjenis kelamin laki-laki dan 3.696 berjenis kelamin perempuan. 7.320 jiwa tersebut terbagi dalam 7 RW (Rukun Warga) dan 42 RT (Rukun Tetangga) yang tersebar dalam 6 Dusun, yaitu Dusun Krajan, Dusun Kemloko, Dusun Srumbung, Dusun Sruwen, Dusun Kebunkliwon, dan Dusun Kenangkan. Luas wilayah Desa Bergas Kidul adalah 382,98 Ha, yang terdiri dari 188,96 Ha Sawah (105,67 Ha Sawah Irigasi dan 83,28 Sawah Tadah Hujan), 98,92 Ha bukan Sawah (67,94 Ha Tegal/Kebun, 5,91 Ha Perkebunan, 24,93 Ha Hutan Rakyat, 0,14 Ha Kolam/Embung), dan 95,11 Ha Lahan Bukan Pertanian (81,55 Ha Rumah dan Bangunan dan 13,56 Ha Lainnya).
Berdasarkan kebutuhan data mengenai kajian potensi bahaya lingkungan kerja di kantor Desa Bergas Kidul, maka yang diperlukan adalah dokumentasi terkait sudut atau tata letak kantor. Adapun dokumentasi tersebut adalah sebagai berikut.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, para pekerja yang ada di kantor desa Bergas Kidul tak luput dari resiko kerja yang ditimbulkan akibat kegitan kerja. Penyakit kerja yang paling mungkin terjadi adalah musculoskeletal disorder (MSDs). Musculoskeletal Disorder merupakan kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan-kerusakan kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma berulang sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Bukhori, 2010). Menurut Permatasari (2018) musculoskeletal disorder terbagi menjadi dua yaitu:
- Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis , namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.
- Keluhan menetap (Persistent),yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Faktor resiko utama dari timbulnya musculoskeletal disorder dapat dikategorikan menjadi antara lain ; kemampuan indivindu, postur tubuh, gerakan berulang, durasi kerja. Didalam melakukan penilaian resiko terhadap MSDs, aspek postur tubuh merupakan ujung tombak dalam beberapa penilaian resiko. Pekerjaan yang membutuhkan penyesuaian ataupun pengulangan postur dengan perpindahan yang ekstrim dapat memicu terjadi ketidakseimbangan bagian otot tendon yang berlawanan sehingga menghasilkan penurunan fungsi sendi pada tubuh.
Terdapat empat bahaya ergonomi yang dapat menyebabkan terjadinya musculoskeletal disorders. Keempat bahaya tersebut adalah postur janggal, durasi, frekuensi dan beban. Pada keempat bahaya tersebut yang paling mungkin terjadi di kantor desa Bergas Kidul adalah postur tubuh yang janggal. Postur didefinisikan sebagai orientasi rata-rata bagian tubuh dengan memperhatikan hubungan antara bagian tubuh yang satu dengan yang lainnya. Postur memilikiperanan yang penting bersama dengan pergerakan, sedangakan postur janggal adalah posisi bagian tubuh yang menyimpang dari posisi normalnya. Postur janggal berhubungan dengan deviasi tulang sendi dari posisi netralnya yang menyebabkan posisi tubuh menjadi tidak asimetris. Yang termasuk dalam postur janggal adalah pengulangan kerja atau dalam waktu yang lama, menggapai, berputar (twisting), memiringakan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam kondisi statis dan menjepit dengan tangan.
Berdasarkan pengamatan serta studi literatur yang telah dilakukan, potensi bahaya kerja yang dapat diterjadi di kantor desa Bergas Kidul adalah resiko timbulnya timbulnya musculoskeletal disorder. Hal tersebut disebabkan karena kegiatan kerja yang ada di kantor desa Bergas Kidul dominan dengan selalu mengguanakan posisi duduk selama kurang lebih delapan jam perhari. Akibat dari terjadinya musculoskeletal disorder yaitu perubahan postur tubuh dan sakit pada tulang belakang. Jika gejala kecil seperti nyeri punggung dihiraukan tentu dapat menimbulkan masalah yang lebih serius.
Baca Juga: Kajian Potensi Bahaya Lingkungan Kerja : Kantor Balai Desa Bergas Kidul - DESA BERGASKIDUL
Badan Pusat Statistik. 2016. Data Pekerja Sektor Formal.
Bukhori, E. (2010). Hubungan faktor risiko pekerjaan dengan terjadinya keluhan musculokeletal disorders (MSDs) pada tukang angkut beban penambang emsa di kecematan cilograng kabupaten lebak Banten tahun 2010.
Hasibuan, A., Purba, B., Marzuki, I., Mahyuddin, M., Sianturi, E., Armus, R., … & Jamaludin, J. (2020). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yayasan Kita Menulis.
Hutabarat, J. (2017). Dasar Dasar Pengetahuan Ergonomi.
Permatasari, F. L., & Widajati, N. (2018). Hubungan sikap kerja terhadap keluhan musculoskeletal pada pekerja home industry di Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 7(2), 220-239.
Rachmawati, M., & Ani, N. (2021). Implementasi Standar Keselamatan Kesehatan Kerja Perkantoran Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 48 Tahun 2016 (Studi Kasus di Poltekkes Kemenkes Surakarta Jurusan Jamu). IAKMI Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 2(1), 35-52.
Kirim Komentar